Hadis
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةً وً عًنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قالَ رًسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلًيْه
وَسَلًمً : يُؤتًى بِالْعَبْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَيَقُولُ اللهُ لَهُ ألَمْ
أجْعَلْ لَكَ سَمْعَا وَ بَصَرًا وَ مَالاً وَ وَلًدًا وَسَخَّرْتُ لكَ الأنْعَامَ
و الْحرْثَ وَ تَرَكْتُكَ تَرْأسُ وَ تَرْبَعُ فكُنْتَ تطَنَّ أنَكَ مُلاَقِي
يَومَكَ هَذَا قَالَ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ لهُ الَيوْم َنسَاكَ كَمَا
لَسِيتَنِي قَالَ أَبُو عِسَى هذَا حَدِيَثُ صَحِيحُ غَرِيبُ وَمَعْنَى قَولِهِ
اليُومَ اَتْرُكُكَ في الْعَذَابِ هَكَذَا فَسْرُوهُ قالَ أبُو عيسَي وَقَدْ
فَسَّرَ بَعضُ أهْلِ الْعِلْمِ هَذِهِ الأيَتَ فَالْيوْمَ نَسَاهُمْ قَالُوا
إنَّمَا مَعْنَاهُ الْيوْمَ نَثْرُكُهُمْ ڤِي الْعَذَابِ .( رواه الترمذي فى الجامع،كتاب صفت القيامة و الرقائق َ الورع عن رسول الله )
B.
Terjemah
“Dari Abu Hurairah dan Abi Said berkata : Rasullah SAW bersabda : Pada hari
kiamat nanti para hamba di pertemukan dengan-Nya, dan Allah berkata kepada
mereka” Bukankah telah Ku ciptakan untukmu pendengaran, penglihatan, harta
serta keturunan dan telah kutundukan padamu hewan ternak dan tumbuhan dan hasil
bumi agar kau bisa memimpin dan hidup sejahtera dan kamu mengira bahwa kamu kan
bertemu dengan hari ini ?” mereka berkata “ tidak ” maka Allah mengatakan pada
mereka “ Hari ini Aku melupakan seperti kamu melupankan-Ku.” ( HR. Imam
Tirmidzi)
C.
Mufrodat
Di pertemukan : يُؤتًى
Telah Ku ciptakan untukmu : أجْعَلْ لَكَ
Pendengaran . : سَمْعَا
Penglihatan : بَصَرًا
Memimpin : تَرْأسُ
Hidup sejahtera : تَرْبَعُ
Kamu mengira : تطَنّ
Melupakan : نسَاكَ
D.
Biografi
rawi
Sumber Hadis
Abu Hurairah termasuk sahabat Nabi saw. yang
selalu menarik perhatian karena controversial dan selalu menjadi bahan diskusi.
Nama dan kelahirannya serta masuknya islam saja masih diperselisihkan. Beberapa
tesis dan disertasi doctor lahir hanya karena membahas persoalan Abu Hurairah
ini. Ada kalangan tertentu yang tidak saja mengkritisi tetapi meragukan bahkan
lebih dari itu, ia menolak keberadaan dan disertasi periwayatannya dengan
menulis sebuah buku khusus “menggugat” Abu Hurairah. Sebaliknya ada juga yang
mendukung dan membela serta mempertahankan eksistensi Abu Hurairah dengan
menulis buku berjudul “Abu Hurairah Riwayah al Islam” paling tidak ada 3
kalangan yang biasa mengkritiki Abu Hurairah, yaitu kalangan orientalis,
kalangan syi’ah, dan dari kalangan islam (sunni) sendiri.
Abu Hurairah menjadi objek kritikan karena yang
terbanyak meriwayatkan hadis Nabi saw. yaitu sebanyak 5.374 hadis. Abu Hurairah
lahir tahun 19/20 sebelum hijriyah (SH) di daerah Yaman, Arabia Selatan dari
etnis Daus sehingga ia dikenal dengan Abd ar-Rahman Ibn Shakhr al-Dausiy al-Yamani.
Ia masuk islam sejak masih di Yaman.
Abu Hurairah wafat pada tahun 57 H bertepatan
dengan tahun kewafatannya Aisyah umm al-mu’minin dan ada juga yang mengatakan
tahun 59 H. sebab pada waktu Aisyah wafat Abu Hurairah masih sempat menshalati
jenazahnya.[1]
Mukharijul Hadis
Nama lengkap al-Imam
al-Tirmidzi adalah Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Sawrah ibn Musa ibn Dahak
al-Sulamani al-Tirmidzi salah seorang ulama ahli hadis yang banyak mempunyai
karangan yang terkenal dan pengaruh abadi. Beliau dilahirkan pada tahun 209 H.
Kakek dari Abu Isa berasal
dari Marwas kemudian pindah dan mukim ke daerah Tirmidz. Abu Isa dilahirkan di
daerah tersebut, dan sangat mencintai keilmuan serta mencari dan meriwayatkan
hadits semenjak beliau kecil, untuk tujuan tersebut, Abu Isa melakukan banyak
perjalanan keilmuan di antaranya ke Hijaz, Iraq Khurasan dan daerah-daerah
lainnya. Pada perjalanan ini, beliau banyak menjumpai para pembesar ulama
hadits dan guru-guru hadits serta meriwayatkan hadits dari mereka. Abu Isa
selalu meriwayatkan dan menulis hadits yang beliau dengar serta menjaganya
dengan baik pada kesempatan melakukan perjalanan maupun dalam waktu
senggangnya. Beliau tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk meriwayatkan
hadits.
Setelah al-Tirmidzi melakukan
perjalanan dan meriwayatkan hadits dalam waktu yang cukup lama, serta menulis
beberapa kitab beliau kemudian mengalami kebutaan pada masa tuanya. Kebutaan
tersebut beliau alami selama beberapa tahun sampai kemudian beliau wafat. Beliau
wafat di Tirmidz pada malam Senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H pada usia 70
tahun.
Beberapa karangan
al-Tirmidzi, diantaranya:
1.
Kitab al-Jami’ al-Shahih
2.
Kitab al-Ilal yang terdapat pada bagian akhir dari kitab al-Jami’ al-Shahih
3.
Kitab al-Tarikh
4.
Kitab al-Syama `il al-Nabawiyah
5.
Kitab al-Zuhd
6.
Kitab al-Asma` wa al-Kuna
Dari sekian banyak karangan al-Tirmidzi, kitab yang paling monumental
adalah kitab al-Jami’ al-Shahih.[2]
E.
Keterangan
Hadis
قوله )تَرْأَسُ(
رَاءْ سُ الْقَوْمَ يَرْاَ سُهُمْ
Lafadz ini
mempunyai arti pemimpin pada suatu kaum yang telah memimpin mereka pada waktu
itu. Bahwasannya kepemimpinan
seseorang akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat nanti.
)تَرْبَعُ(
تَاءْخُذُ رَبْعُ الغَنِيْمَة
Dapat
diartiakan mengambil seperempat harta rampasan. Dia berkata kepada sebagian
kaum ketika telah mengambil seperempat dari harta mereka yang berarti bukankah
aku telah menjadikanmu pemimpin yang taat.[3]
F.
Aspek
Tarbawi
Allah telah
menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia tak hanya
mempunyai panca indra, namun Allah juga memberi kita akal. Akal yang sebagai
dasar untuk mengambil dan mempelajari suatu ilmu, serta dasar untuk melakukan
suatu amal. Begitu pula dalam memimpin, di sini tak hanya manusia yang sebagai
khalifah fil ardh, tetapi juga khalifah untuk diri kita sendiri.
Manusia diberi
segala sesuatu yang dibutuhkan, seperti halnya dengan panca indra. Sebagai
bentuk rasa syukur kita atas anugrah Allah dan juga amanah yang di emban
manusia sebagai khalifah. Kita harus memanfaatkannya sesuai dengan perintah
Allah, dan jangan sampai sebaliknya. Di era globalisasi sekarang ini kita tidak
boleh tertinggal, dengan alat indera ini kita gunakan sebaik-baiknya untuk
mencapai ilmu pengetahuan semaksimal mungkin, kita ciptakan inovasi-inovasi
baru, pemikiran-pemikiran yang berkualitas, memunculkan hal-hal yang membawa
umat manusia kepada kesuksesan, menciptakan lapangan pekerjaan, yang kesemuanya
itu bertujuan untuk menuju kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Rasa tanggung jawab
itu akan terpelihara didalam diri manusia yang sadar, selalu ingat adil jauh
dari penyelewengan, tidak tunduk pada hawa nafsu, jauh dari kedzaliman dan
kesesatan, serta istiqomah dalam segala perilaku.[4]
Allah
berfirman di dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya.” (QS.
Al-Isra`: 36)
Nabi saw.
juga bersabda:
لَا تَزُوْلُ قُدَ مَا عَبْدٍ يَوْمَ
الْقِيَا مَةِ حَتَّى يَسْأَ لَ عَنْ اَرْبَعِ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَ اَفْنَاهُ؟
وَعَنْ
عِلْمِهِ مَا فَعَلَ فِيْهِ؟ وَعَنْ جِسْمِهِ
فِيْمَ ابلْاَهُ ؟ )اخر جه التر مذى(
“Tidaklah beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum dimintai pertanggungjawaban
empat hal ini: tentang usia, dihabiskan untuk apa usia itu, tentang ilmu
pengetahuan, diamalkan untuk apa ilmunya itu, tentang harta diperoleh dari mana
dan dibelanjakan untuk apa hartanya itu dan tentang tubuhnya, dilusuhkan untuk
apa tubuhnya itu.” (HR.
Tirmidzi).
Jadi sudah seharusnya kita
bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang
sempurna serta memanfaatkan apa yang telah diberikan, karena kita sebagai
pemimpin bumi dan tubuh ini. Dan setiap pemimpin kelak akan dimintai
pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya, termasuk dengan penglihatan,
pendengaran dan hati kita.
Bikin blog jangan yg bikin mata lelah..mbak.knp.ga warna putih tulisannya hitam?
BalasHapus