Jumat, 15 Maret 2013

pertanggung jawaban panca indra

Hadis
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةً وً عًنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قالَ رًسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلًيْه وَسَلًمً : يُؤتًى بِالْعَبْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَيَقُولُ اللهُ لَهُ ألَمْ أجْعَلْ لَكَ سَمْعَا وَ بَصَرًا وَ مَالاً وَ وَلًدًا وَسَخَّرْتُ لكَ الأنْعَامَ و الْحرْثَ وَ تَرَكْتُكَ تَرْأسُ وَ تَرْبَعُ فكُنْتَ تطَنَّ أنَكَ مُلاَقِي يَومَكَ هَذَا قَالَ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ لهُ الَيوْم َنسَاكَ كَمَا لَسِيتَنِي قَالَ أَبُو عِسَى هذَا حَدِيَثُ صَحِيحُ غَرِيبُ وَمَعْنَى قَولِهِ اليُومَ اَتْرُكُكَ في الْعَذَابِ هَكَذَا فَسْرُوهُ قالَ أبُو عيسَي وَقَدْ فَسَّرَ بَعضُ أهْلِ الْعِلْمِ هَذِهِ الأيَتَ فَالْيوْمَ نَسَاهُمْ قَالُوا إنَّمَا مَعْنَاهُ الْيوْمَ نَثْرُكُهُمْ ڤِي الْعَذَابِ .( رواه الترمذي فى الجامع،كتاب صفت القيامة و الرقائق َ الورع عن رسول الله )
B.     Terjemah
“Dari Abu Hurairah dan Abi Said berkata : Rasullah SAW bersabda : Pada hari kiamat nanti para hamba di pertemukan dengan-Nya, dan Allah berkata kepada mereka” Bukankah telah Ku ciptakan untukmu pendengaran, penglihatan, harta serta keturunan dan telah kutundukan padamu hewan ternak dan tumbuhan dan hasil bumi agar kau bisa memimpin dan hidup sejahtera dan kamu mengira bahwa kamu kan bertemu dengan hari ini ?” mereka berkata “ tidak ” maka Allah mengatakan pada mereka “ Hari ini Aku melupakan seperti kamu melupankan-Ku.” ( HR. Imam Tirmidzi)
C.     Mufrodat
Di pertemukan                                    :                                                           يُؤتًى
Telah Ku ciptakan untukmu                :                                                           أجْعَلْ لَكَ
Pendengaran                           .           :                                                           سَمْعَا
Penglihatan                                         :                                                           بَصَرًا
Memimpin                                           :                                                           تَرْأسُ
Hidup sejahtera                                   :                                                           تَرْبَعُ
Kamu mengira                                     :                                                           تطَنّ
Melupakan                                        :                                               نسَاكَ
D.    Biografi rawi
Sumber Hadis
Abu Hurairah termasuk sahabat Nabi saw. yang selalu menarik perhatian karena controversial dan selalu menjadi bahan diskusi. Nama dan kelahirannya serta masuknya islam saja masih diperselisihkan. Beberapa tesis dan disertasi doctor lahir hanya karena membahas persoalan Abu Hurairah ini. Ada kalangan tertentu yang tidak saja mengkritisi tetapi meragukan bahkan lebih dari itu, ia menolak keberadaan dan disertasi periwayatannya dengan menulis sebuah buku khusus “menggugat” Abu Hurairah. Sebaliknya ada juga yang mendukung dan membela serta mempertahankan eksistensi Abu Hurairah dengan menulis buku berjudul “Abu Hurairah Riwayah al Islam” paling tidak ada 3 kalangan yang biasa mengkritiki Abu Hurairah, yaitu kalangan orientalis, kalangan syi’ah, dan dari kalangan islam (sunni) sendiri.
Abu Hurairah menjadi objek kritikan karena yang terbanyak meriwayatkan hadis Nabi saw. yaitu sebanyak 5.374 hadis. Abu Hurairah lahir tahun 19/20 sebelum hijriyah (SH) di daerah Yaman, Arabia Selatan dari etnis Daus sehingga ia dikenal dengan Abd ar-Rahman Ibn Shakhr al-Dausiy al-Yamani. Ia masuk islam sejak masih di Yaman.
Abu Hurairah wafat pada tahun 57 H bertepatan dengan tahun kewafatannya Aisyah umm al-mu’minin dan ada juga yang mengatakan tahun 59 H. sebab pada waktu Aisyah wafat Abu Hurairah masih sempat menshalati jenazahnya.[1]
            Mukharijul Hadis
Nama lengkap al-Imam al-Tirmidzi adalah Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Sawrah ibn Musa ibn Dahak al-Sulamani al-Tirmidzi salah seorang ulama ahli hadis yang banyak mempunyai karangan yang terkenal dan pengaruh abadi. Beliau dilahirkan pada tahun 209 H.
Kakek dari Abu Isa berasal dari Marwas kemudian pindah dan mukim ke daerah Tirmidz. Abu Isa dilahirkan di daerah tersebut, dan sangat mencintai keilmuan serta mencari dan meriwayatkan hadits semenjak beliau kecil, untuk tujuan tersebut, Abu Isa melakukan banyak perjalanan keilmuan di antaranya ke Hijaz, Iraq Khurasan dan daerah-daerah lainnya. Pada perjalanan ini, beliau banyak menjumpai para pembesar ulama hadits dan guru-guru hadits serta meriwayatkan hadits dari mereka. Abu Isa selalu meriwayatkan dan menulis hadits yang beliau dengar serta menjaganya dengan baik pada kesempatan melakukan perjalanan maupun dalam waktu senggangnya. Beliau tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk meriwayatkan hadits.
Setelah al-Tirmidzi melakukan perjalanan dan meriwayatkan hadits dalam waktu yang cukup lama, serta menulis beberapa kitab beliau kemudian mengalami kebutaan pada masa tuanya. Kebutaan tersebut beliau alami selama beberapa tahun sampai kemudian beliau wafat. Beliau wafat di Tirmidz pada malam Senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H pada usia 70 tahun.
Beberapa karangan al-Tirmidzi, diantaranya:
1.      Kitab al-Jami’ al-Shahih
2.      Kitab al-Ilal yang terdapat pada bagian akhir dari kitab al-Jami’ al-Shahih
3.      Kitab al-Tarikh
4.      Kitab al-Syama `il al-Nabawiyah
5.      Kitab al-Zuhd
6.      Kitab al-Asma` wa al-Kuna
Dari sekian banyak karangan al-Tirmidzi, kitab yang paling monumental adalah kitab al-Jami’ al-Shahih.[2]
E.     Keterangan Hadis
قوله )تَرْأَسُ( رَاءْ سُ الْقَوْمَ يَرْاَ سُهُمْ
            Lafadz ini mempunyai arti pemimpin pada suatu kaum yang telah memimpin mereka pada waktu itu. Bahwasannya kepemimpinan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat nanti.
)تَرْبَعُ( تَاءْخُذُ رَبْعُ الغَنِيْمَة
            Dapat diartiakan mengambil seperempat harta rampasan. Dia berkata kepada sebagian kaum ketika telah mengambil seperempat dari harta mereka yang berarti bukankah aku telah menjadikanmu pemimpin yang taat.[3]
F.      Aspek Tarbawi
                   Allah telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia tak hanya mempunyai panca indra, namun Allah juga memberi kita akal. Akal yang sebagai dasar untuk mengambil dan mempelajari suatu ilmu, serta dasar untuk melakukan suatu amal. Begitu pula dalam memimpin, di sini tak hanya manusia yang sebagai khalifah fil ardh, tetapi juga khalifah untuk diri kita sendiri.
                   Manusia diberi segala sesuatu yang dibutuhkan, seperti halnya dengan panca indra. Sebagai bentuk rasa syukur kita atas anugrah Allah dan juga amanah yang di emban manusia sebagai khalifah. Kita harus memanfaatkannya sesuai dengan perintah Allah, dan jangan sampai sebaliknya. Di era globalisasi sekarang ini kita tidak boleh tertinggal, dengan alat indera ini kita gunakan sebaik-baiknya untuk mencapai ilmu pengetahuan semaksimal mungkin, kita ciptakan inovasi-inovasi baru, pemikiran-pemikiran yang berkualitas, memunculkan hal-hal yang membawa umat manusia kepada kesuksesan, menciptakan lapangan pekerjaan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk menuju kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
           
            Rasa tanggung jawab itu akan terpelihara didalam diri manusia yang sadar, selalu ingat adil jauh dari penyelewengan, tidak tunduk pada hawa nafsu, jauh dari kedzaliman dan kesesatan, serta istiqomah dalam segala perilaku.[4]
            Allah berfirman di dalam Al-Qur’an:
            “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya.” (QS. Al-Isra`: 36)
            Nabi saw. juga bersabda:
لَا تَزُوْلُ قُدَ مَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ حَتَّى يَسْأَ لَ عَنْ اَرْبَعِ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَ اَفْنَاهُ؟ وَعَنْ
عِلْمِهِ مَا فَعَلَ فِيْهِ؟ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ ابلْاَهُ ؟  )اخر جه التر مذى(
                      “Tidaklah beranjak kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum dimintai pertanggungjawaban empat hal ini: tentang usia, dihabiskan untuk apa usia itu, tentang ilmu pengetahuan, diamalkan untuk apa ilmunya itu, tentang harta diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa hartanya itu dan tentang tubuhnya, dilusuhkan untuk apa tubuhnya itu.” (HR. Tirmidzi).
Jadi sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang sempurna serta memanfaatkan apa yang telah diberikan, karena kita sebagai pemimpin bumi dan tubuh ini. Dan setiap pemimpin kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya, termasuk dengan penglihatan, pendengaran dan hati kita.

1 komentar:

  1. Bikin blog jangan yg bikin mata lelah..mbak.knp.ga warna putih tulisannya hitam?

    BalasHapus